Jumat, 16 September 2011

Roller Coaster. (By : Arinn Rahadian)

My story? It’s exactly same as your story, just one chapter behind. – Norrington (Pirates of Carribean)

1998- a day before go, a new life.

Malam selalu saja didominasi dengan warna hitam. Meski gelap tetapi masih ada gemerlap bintang yang selalu membuat malam penuh dengan kesan. Aku menatap bintang penuh harap. Seolah mereka benar-benar bisa mengabulkan harapku. Dengan kedua tangan memeluk kedua kakiku, aku memejamkan mata. Sebutir airmata berhasil menembus bendunganku. Kau tahu harapanku? Hanya satu. Aku ingin menjadi yang terbaik. Sesederhana itu saja.

“Kenapa belum tidur?”, seorang wanita menanyaiku.

“Aku ingin menjadi seperti mereka yang tersenyum bahagia di televisi tadi siang! Aku tahu mereka belum berhasil, aku ingin membawanya kembali ke Indonesia!”, tekadku polos.

Wanita itu membelai rambut panjangku pelan. “Kau pasti akan bisa melakukannya. Besok kau akan berangkat untuk menjadi seperti mereka!”, wanita itu tersenyum padaku. Senyumnya penuh keyakinan.

“Mama yakin?”, aku menengadahkan kepalaku menatap wajah sendunya.

“Kau pasti bisa sayang! Kau pasti akan menjadi seseorang yang mereka elu-elukan seperti itu juga!”, wanita itu membawaku dalam dekapannya.

“Ya, Ria akan berusaha!”, aku berjanji padanya.

*

2008- Uber Cup Final INA vs CHN

Jakarta, Indonesia

Sepuluh tahun sudah berlalu sejak malam itu. Aku bukan lagi anak kecil berumur tigabelas tahun. Mereka yang tersenyum bahagia di televisi siang itu sudah menjadi inspirasiku untuk terus berjuang. Harapanku masih sama, aku ingin menjadi yang terbaik. Karena harapan itulah aku berusaha sejauh ini.

Kata-kata Mama sepuluh tahun yang lalu itu benar. Sekarang. Di depan publikku sendiri aku akan membawa piala itu pulang kembali. Ya, aku akan membawa Piala Uber itu pulang lagi ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Partai puncak perhelatan itu digelar malam ini. Aku diberi kepercayaan turun sebagai tunggal pertama. Entah apa yang akan terjadi nanti di lapangan. Tetapi aku melihat banyak orang membawa bendera. Mereka dengan bangga berteriak Indonesia. Sungguh, aku benar-benar tak ingin mengecewakan mereka. Aku ingin berjuang demi mereka.

Aku melangkah keluar menuju lapangan. Serangan gugup menyerangku tiba-tiba. Melihat banyaknya orang yang memadati Istora. Tempat turnamen ini dilaksanakan. Mereka tentu menginginkan kami membawa pulang piala Uber yang berkilau megah di dalam kotak kacanya. Sungguh, aku benar-benar ingin menyentuhnya. Ingin membuktikan kalau aku bisa.

Kejadian yang sepuluh tahun lalu hanya kutonton lewat televisi. Kini tervisualisasikan sudah. Aku bisa merasakan bagaimana perasaan seorang Susi Susanti saat akan tampil di depan publik Hongkong. Hanya perbedaannya, sepuluh tahun yang lalu mereka berada di tengah-tengah orang yang pendukung negara dengan lima bintang di benderanya itu. Kini, aku berada di tengah lautan Merah-putih yang membuat dadaku sesak dengan perasaan haru.

Aku gagal. Seperti dulu tim Indonesia gagal merebut Uber Cup sepuluh tahun yang lalu. Aku gugup ketika harus tampil di tengah banyaknya orang yang berharap padaku. Aku malah memupuskan harapan bangsaku sendiri. Aku kecewa. Bahkan aku lebih kecewa lagi saat kegagalanku ternyata tidak membuat rekan-rekanku terlecut. Kami malah harus menyerah kalah dalam kedudukan telak 3-0. Kami membuat orang-orang yang berteriak IN-DO-NE-SIA sekeras-kerasnya harus bungkam. Karena yang berkibar tinggi adalah bendera merah dengan lima bintang kuning. Bendera yang sama dengan yang berkibar di Hongkong sepuluh tahun yang lalu.

Aku iri melihat para srikandi negeri Tirai Bambu itu. Ketika mereka bisa menekan pressure yang dibuat oleh para penonton. Ketika mereka bisa mengeluarkan semua kemampuan yang mereka miliki. Kini mereka tersenyum lagi. Mereka membawa pulang piala itu untuk yang kesebelas kalinya. Seperti piala milik Betty Uber itu punya mereka saja.

Aku ingin membahagiakan negeriku. Aku ingin membuat orang mengenalku sebagai seorang tunggal putri Indonesia. Selain Susi Susanti. Aku ingin mencatatkan namaku. Aku ingin berada di hati para penggemar bulutangkis atas namaku sendiri. Bukan atas nama orang lain. Aku, ya Maria Kristin Yulianti. Bukan orang lain. Lihat saja, aku akan berjuang dan berlatih sekeras yang kubisa. Aku toh sudah memberikan semuanya pada Bulutangkis.

*

2002- Amusement Park

Roller Coaster berputar dengan cepat di hadapanku. Aku masih saja termenung melihat putarannya dan teriakan senang banyak orang di dalamnya. Teman-temanku sudah berebutan naik sedari tadi. Tapi aku masih saja berdiri disini menatapi dengan penuh minat, namun tak ingin berdesakan dengan banyak orang.

“Yuk naik!”, Siska sahabatku mengajakku untuk menaiki Roller Coaster bersamanya. Aku mengangguk dan menggandeng tangan Siska. Kami berjalan bersisian menuju Roller Coaster.

“Mau main apa lagi?”, Siska bertanya padaku yang masih duduk setelah menaiki Roller Coaster.

“Tunggu dulu Sis!”, aku menahan Siska agar tidak mengajakku ke wahana lain.

“Ayolah Ria..”, rajuknya padaku.

Aku berkeras. Siska akhirnya terduduk di sebelahku.

“Aku ingin naik Roller Coaster lagi!”, aku menarik tangan Siska.

“Eehh… kok kita naik Roller Coaster lagi?”, Siska bertanya padaku.

“Karena…”, aku terdiam. “Karena aku suka!”, ucapku tiba-tiba.

“Riaaa….”,

*

2008- Indonesia Open Superseries

Jakarta, Indonesia

Indonesia Open adalah sebuah turnamen berbintang yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Aku harus membayar hutangku pada Indonesia kali ini. Beberapa waktu yang lalu, aku tak mampu menunjukkan performa terbaikku di depan para pendukung Indonesia. Sekarang, aku sudah berlatih keras untuk mendapatkan sebuah gelar bagi Indonesia. Aku harus berusaha perlahan untuk mencatatkan namaku. Bukan sebagai orang lain. Seperti yang kukatakan sejak dulu.

Istora benar-benar bergemuruh ketika aku menyelesaikan poin terakhir. Aku mengepalkan tangan kiriku pertanda bahagia. Aku berhasil menjejak final turnamen ini setelah menaklukan salah satu legenda tunggal putri Cina. Aku berhasil membuatnya terkejut. Bahkan aku mengejutkan dunia. Tak ada yang percaya kalau aku mampu mengirim peraih medali emas Olimpiade Athena itu pulang lebih cepat. Tapi aku melakukannya. Banyak orang mengelu-elukan namaku. Ini baru awal. Jalur Roller Coasterku baru saja menanjak naik. Aku harus menjaga jalurnya agar tak cepat turun.

Pertandingan final benar-benar menguras emosi. Lawanku berulangkali memprotes wasit. Hingga sebuah kartu merah di dapatnya dan aku mendapat angka cuma-cuma. Sayangnya, merobohkan tembok Cina tak semudah yang dibayangkan. Mental lawanku benar-benar bagus. Kartu merah yang didapatnya tak mengusik konsentrasinya. Malah aku harus menyerah kalah. Tapi aku terima. Karena aku harus belajar lebih banyak lagi untuk menjadi penakluk deretan tembok Cina. Hanya berdiri di podium kedua tak membuatku ragu untuk tersenyum. Walaupun bukan menjadi juara, aku sudah berhasil. Berhasil membuat publikku bangga.

*

1992- Live Broadcast Olympics Gold Medal Match

Indonesia akhirnya mendapatkan emas dari Olimpiade. Emas itu didapatkan dari cabang yang baru dipertandingkan. Namanya bulutangkis. Begitu kata komentator yang kudengar di televisi. Umurku baru tujuh tahun saat Indonesia berhasil meraih dua medali emas itu. Aku melihat kebahagiaan orang-orang ketika momen-momen keberhasilan itu. Mereka begitu bahagia dengan keberhasilan Indonesia.

Bahkan teman-temanku yang tak mengetahui apa sebenarnya yang terjadi, juga ikut bahagia. Aku dengan konsentrasi memperhatikan bola kecil dari bulu angsa itu dipukul. Sementara pemainnya berlarian di lapangan untuk mengejarnya. Ketika mereka merebut poin, ada-ada saja ekspresinya.

Tapi peraih medali emas tunggal putri itu benar-benar menyita perhatianku. Gerakannya seperti menari, tekniknya sangat baik. Belakangan aku tau dari Ayah kalau namanya Susi Susanti. Dia adalah pemain terhebat yang pernah kulihat. Masih informasi dari Ayahku. Ternyata peraih medali emas tunggal putra dan tunggal putri itu adalah pasangan kekasih. Mereka dijuluki pengantin Olimpiade.

Susi Susanti, aku mengaguminya. Aku ingin menjadi sepertinya. Aku mengatakan hal itu pada Ayah. Ketika ditanya apakah aku serius, aku hanya mengangguk. Jadilah aku belajar bulutangkis. Karena aku ingin menjadi seperti Susi Susanti. Jalur Roller Coasterku baru saja dimulai.

*

2008- Summer Olympics

Beijing, China

Enambelas tahun yang lalu aku masih melihat perhelatan olahraga sejagat ini dari televisi. Tapi, kini aku berdiri dengan sebuah kokarde tergantung sebagai peserta. Aku bisa mewujudkan impianku. Setelah enambelas tahun berjuang mempertahankan mimpi itu.

Ada rasa sakit yang mengganjal di lutut kananku. Tapi aku harus menghiraukannya. Seolah rasa itu tak ada. Karena jika aku memilih untuk merasakannya tentu akan sangat menyakitkan ketika bergerak. Aku akan berjuang untuk merebut kembali kejayaan yang dulu. Disini. Didepan pendukung tembok Cina. Aku harus membuat mereka kecewa. Itu tekadku.

Jalanku tak mudah. Para pemain hebat dunia ada disini. Mereka juga berjuang demi negara mereka. Mereka juga sudah berlatih keras demi berdiri di podium. Namun, lewat pertarungan melelahkan, aku masih bisa mengirim mereka pulang lebih cepat. Meski harus bermain dalam tiga game di setiap pertandingannya. Biarlah, tak apa. Yang penting aku bisa menjejak semifinal.

Hanya ada tiga tunggal putri Cina dan aku di semifinal. Banyak orang yang tak percaya kalau aku mampu menjejak semifinal. Aku sendiripun juga tak percaya akan hal ini. Pelatihku tersenyum puas padaku. Dia percaya sepenuhnya akan kemampuanku. Setiap kali aku melihat ke arahnya, dia selalu tersenyum.

“Kamu bisa Ria!”, dia meyakinkanku ketika aku menjejak semifinal.

Aku bertemu dengan lawan yang sangat senior. Dia adalah salah satu tunggal putri terhebat Cina yang masih bermain. Walau umurnya sudah melewati tigapuluh tekadnya untuk meraih medali emas sekali lagi sangat besar. Aku cukup kesulitan meredamnya. Dia bermain dengan sangat baik. Meski aku yakin dengan penuh tekanan karena bermain di publik sendiri. Tapi dia berhasil mengalahkan tekanan itu. Begitu juga dengan cidera lutut yang sedang dideranya. Dia mampu membuat dirinya menang.

Aku tak berhasil menahannya seperti beberapa bulan yang lalu kulakukan. Dia menjadi lebih kuat ketika bertanding di negaranya sendiri. Tekadnya sangat besar untuk membalas kekalahan yang dideritannya. Pelatihku berkata tak apa-apa ketika aku merasa telah mengecewakan Indonesia. Aku toh masih bisa berjuang untuk merebut medali perunggu.

Bendera Cina berkibar dimana-mana. Banyak orang yang membawa-bara bendera berwarna merah terang itu. Perebutan medali perunggu kali ini, aku dihadapkan kembali dengan pemain Cina. Namanya Lu Lan. Berulangkali kami bertemu di kejuaraan Internasional. Aku pernah mengalahkan Lu Lan. Diapun juga pernah mengalahkanku. Kami saling mengalahkan. Tapi disini. Di rumahnya sendiri. Tentu saja Lu Lan tak ingin kalah. Cina pasti ingin melakukan aksi sapu bersih.

Lu Lan bermain baik. Dengan penuh semangat dia mengejar semua penempatanku. Meski bermain baik, tapi aku bisa melihat kegugupannya. Bermain dibawah tekanan untuk mempersembahkan yang terbaik. Tak akan mudah bagi Lu Lan.

Perlahan, aku mencoba memperbaiki penampilanku. Aku tak mau menyerah begitu saja. Aku berhasil. Berhasil membuat publik Cina terhentak. Berhasil memberikan kado indah bagi kemerdekaan Indonesia. Berhasil menggagalkan sapu bersih Cina. Berhasil melawan cidera yang menderaku. Berhasil membuat air mata berebutan keluar dari kedua mata sipit milik Lu Lan. Inikah puncak Roller Coasterku? Kuharap tidak. Aku ingin bersinar lebih lagi. Aku ingin berdiri di podium pertama. Aku ingin membuat pelatih yang sedang memelukku sekarang bangga padaku. Karena kerja kerasnya tak sia-sia.

*

2009- Sudirman Cup.

Guangzhou, China

Kejuaran bergengsi campuran yang memperebutkan piala bergilir Sudirman dihelat. Aku termasuk salah satu pemain Indonesia yang akan berlaga. Banyak orang kembali menaruh harapan pada kami. Kini aku bersiap untuk menghadapi Cina kembali. Pelatihku mewanti-wanti untuk bermain hati-hati. Karena kecemasan dalam dirinya akan cideraku memang sangat besar.

“Ria mau main Ko!”, ucapku pada pelatihku dengan yakin. Dia hanya tersenyum dan menepuk pundakku.

Aku masih bisa menahan cideraku. Pemain muda Cina ini belum terlalu baik. Hanya saja, aku yakin dalam beberapa tahun lagi dia pasti akan menjelma menjadi juara dunia baru. Postur tingginya, smash tajam dan lob kerasnya membuat Wang Yihan dipercaya untuk menghadapiku. Aku harus mengalah. Cedera yang mendera lututku sudah membuatku kesusahan bergerak. Tapi aku tak mau mengalah karena cidera. Biarlah kuselesaikan saja rubber game ini. Nanti biar teman-temanku yang menyelesaikan tugas untuk mengalahkan Cina.

Aku mulai bertanya, inikah awal dari turunan dalam jalur Roller Coaster milikku?

*

2008 – When it all begin..

Pelatnas Cipayung.

Setiap atlit pasti pernah cidera. Entah itu keseleo, terkilir, patah, ligamen robek atau cidera lainnya. Aku juga mengalami hal yang sama. Setelah latihan beban, aku melanjutkan latihanku dengan latihan stroke. Namun aku merasa kalau lutut kananku sakit. Aku memilih untuk membiarkannya. Rasa sakit itu ternyata tak berkurang meski aku mengabaikannya. Bahkan ketika aku menaiki tangga rasa itu semakin membuat lututku nyeri.

Aku tak mau cidera yang kuhadapi semakin parah. Aku memilih untuk memeriksakannya. Ternyata tak ada masalah dengan otot lututku. Semuanya baik-baik saja. Dokter hanya menyarankan pemeriksaan lebih lanjut. Aku menyetujui. Semoga saja semuanya tak apa-apa. Aku memejamkan mataku. Berharap semuanya baik-baik saja.

*

2010- Sorrowful decision

Berulangkali sudah aku mendapat teguran untuk didegradasi. Prestasiku merosot total. Tak ada lagi gelar juara yang mau mampir padaku. Lutut kananku selalu saja menjadi persoalannya. Roller Coasterku sudah total berada jalur terendahnya.

Cedera itu ternyata bukan pada otot lututku. Tapi pada cairan yang berada di dalam sendinya. Cairan itu berkurang secara perlahan. Sehingga setiap gesekan membuat lututku selalu sakit. Aku masih memiliki semangat untuk terus berlatih. Karena itulah aku masih mengayunkan raketku.

“Aku ingin keluar Sis!”, sebutku pada Siska suatu hari.

“Kenapa Ria?”, Siska bertanya padaku heran.

“Udah gak mungkin lagi Ria disini! Kasih ke orang lain ajalah tempatnya! Biar Ria balik ke klub sama kamu lagi!”, aku membeberkan alasanku dan memeluk Siska.

“Udahlah Ria! Jangan nangis! Kamu pasti bisa!”, Siska menepuk pundakku pelan menenangkanku.

Siska sahabatku sejak kami berdua memulai karir. Mungkin karirku lebih baik daripada Siska. Tapi Siska tak perlu mendera cidera sepertiku. Hidupnya aman tanpa bayang-bayang cidera yang mungkin akan menghantuinya setiap melangkah. Siska selalu menyemangatiku. Seperti yang dulu dia lakukan.

Ingin rasanya aku menutup telinga atas cibiran orang-orang. Mereka tak tahu kalau aku juga benar-benar ingin bangkit seperti yang selalu mereka katakan. Banyak tuntutan dari mereka untuk mendegradasiku dari Pelatnas. Mereka seolah melupakan apa yang sudah kucapai dulu. Tak ada yang mengungkit apa yang sudah kulakukan dulu. Aku juga tak ingin sebenarnya. Tapi mereka seolah melupakan hal itu. Setiap kali aku membaca kritikan mereka, setiap kali pulalah air mata menetes dari kedua pelupuk mataku. Aku tak mampu menahannya.

Bukankah menjadi atlet di Indonesia adalah suatu keputusan yang tidak mudah. Keputusan yang tak ada jalan kembali sesudahnya. Keputusan yang harus menyiapkan diri untuk tak dihargai, tak dipedulikan bahkan dipandang sebelah mata. Aku sudah lama mengetahui hal itu. Tapi ketika aku mengalaminya sendiri. Aku benar-benar merasa jatuh. Bukan hanya masyarakat yang tak peduli. Tetapi, mereka yang dulu memuji dan menyemangatiku. Malah berbalik tak peduli dan berusaha menendangku dari Pelatnas. Tempat yang sudah membuatku bangga berada di dalamnya.

Mungkin aku memang harus pergi dari Pelatnas. Memberikan jalan bagi orang lain. Melanggar janjiku sendiri untuk berlaga di Olimpiade London. Tapi aku tetap akan memberikan yang terbaik. Aku akan pergi.

*

2011- Recovery is not progress. Time to giving up?

Aku masih Ria yang dulu. Ria yang menyukai Roller Coaster. Bahkan hidup yang kujalani seperti Roller Coaster dengan jalur menurunnya yang terlalu ekstrim. Bukankah itu jalur yang kusukai? Jalur yang menantang adrenalin. Tapi jalur itu malah terjadi di hidupku.

Tiga tahun yang lalu, aku berdiri dengan senyum merekah di podium Olimpiade. Meski hanya dengan sekeping perunggu. Tapi aku diberikan senyum bangga oleh seluruh rakyat Indonesia. Mereka berharap banyak padaku. Mereka mendukungku. Aku merasa menjadi pahlawan saat itu.

Saat cedera menderaku. Mereka bahkan tak peduli. Mereka melupakanku. Mereka malah mencari orang lain yang prestasinya sedang menanjak. Begitukah manusia? Mungkin mereka tak tahu kalau aku juga tak ingin begini. Aku ingin sembuh. Tapi jika melakukan operasi, aku takut tak akan bisa mengayunkan raket lagi. Aku tak ingin direnggut dari dunia yang kucintai dengan sepenuh hati.

Beruntung, masih banyak yang peduli denganku. Mereka masih ada di sisiku. Masih mau untuk tersenyum padaku. Menyemangatiku. Agar aku dapat bangkit kembali. Berdiri di podium lagi. Mengibarkan bendera Indonesia lagi di mata dunia. Menghidupkan kembali impianku untuk menangis haru ketika lagu Indonesia Raya didendangkan dengan khidmat. Saat medali emas Olimpiade terkalung di leherku. Aku ingin menjelang saat itu.

Meski aku bersemangat. Namun kondisiku tak lagi mau bekerjasama dengan hati dan pikiranku. Mereka seolah sudah berjalan sendiri-sendiri. Tak bisa lagi dipaksakan. Apa aku benar-benar harus menyerah? Harus berhenti sampai disini. Apa aku sudah bisa diingat sebagai Maria Kristin Yulianti? Bukan sebagai orang lain. Apa impian untuk menangis haru itu harus berhenti? Aku sudah mundur dari Pelatnas. Kini apa sudah saatnya untuk menyerah dan menarik diri dari Bulutangkis?

Roller Coasterku mungkin sudah berhenti diujungnya. Apapun yang akan kuhadapi. Apa aku ingin turun dan mencoba permainan lain. Ataukah duduk kembali dan menaiki Roller Coaster sekali lagi. Nanti aku akan memutuskan. Setelah aku mengeringkan airmata ini.


Rabu, 14 September 2011

DRAW R1 INDONESIA GRAND PRIX GOLD 2011

Tunggal Putra

Ryan Fajar vs Suppanyu Avihingsanon

Bandar Sigit vs Takuma Ueda

Alrie Guna vs Kay Bin Yeoh

Hayom Rumbaka (8) vs Zulfadli Zulkifli

Abraham Yoga vs Poodchalat Pisit

Siswanto vs Kok Pong Loke

Pandu Dewantoro vs Adi Andrianus

Arif Ramadhan vs Maximilian Koreny

Alamsyah Yunus vs Derek Wong

Andre Marteen vs Lukas Zevl

Simon Santoso (6) vs Daren Liew

Febriyan Irvanaldy vs Misbun Ramdan

Adnan Fauzi vs Chao Huang

Akbar Panji vs Robin Gonansa

Shesar vs Tanongsak

Adi Pratama vs Kazumasa Sakai

Andreas Adityawarman vs Chun Shih

Tommy Sugiarto (7) vs Keigo Sonoda

Sony Dwi Kuncoro vs Beng Chan

Riyanto Subagja vs Ashton Chen

Putra Senatria vs Goh Soon

Wisnu Ali vs Kong Keat

Gesstano vs Pakkawat

Ikhsan Maulana vs Wang Zhengming (5)

Reksy Aureza vs Feng Wei Chong

Rudy Cahyadi vs Koen Ridder

Evert Sukamta vs Iskandar Zulkarnain

Taufik Hidayat (2) vs Yogendran

Tunggal Putri

Maria Kristin vs Q2

Adriyanti Firdasari vs Eriko Hirose (4)

Renna Suwarno vs Jindpon Nichaon

Maria Febe vs Nozomi Okuhara

Lindaweni vs Lydia Li Ya Cheah

Ana Rovita vs Ai Goto (7)

Aprilia vs Mitani Minatsu

Fransiska (8) vs Q1


Ganda Putra

Ahsan/Bona (1) vs Koen Ridder/Ruud Bosch

Rafli Jansen/Dandi Prabudita vs Bodin Issara/Jongjit Maneepong

Fernando/Wifqi vs Ingo/Johannes (8)

Gideon/Agripinna vs Q1

Rendra Wijaya/Rian Sukmawan vs Chai Gan/Shen Tan

Angga/Ryan vs Shen Ye/Hong Wei

Alvent/Hendra (3) vs Zhao Jiang/Liu Yi

Rangga/Seiko vs Chen Hung Ling/Lin Yu Lang

Rendy/Afiat vs Naoki Kawamae/Shoji Sato (4)

Markis/Hendra (2) vs Patipat/Nipitphon


Ganda Putri

Shela Devi/Anggia Shitta vs Q1

Yayu Rahayu/Annisa Wahyuni vs Cheng Shu/Pan Pan (6)

Ririn/Melati vs Chien Yu Chin/Cheng Wen Hsing (3)

Meiliana/Greysia (5) vs Vanessa Neo/Jiayuan Chen

Komala Dewi/Jena Gozali vs Pei Rong/Pei Chen

Suci/Della vs Bao Yixin/ZhongQianxin (8)

Keysa Nurvita/Devi Tika vs Mami Naito/Shizuka Matsuo (4)

Gebby/Tiara vs Loo Lim/Leng Ng

Vita/Nadya (7) vs Huang Xia/Tang Jinhua

Anneke/Nitya vs Q4


Ganda Campuran

Tantowi/Liliyana (1) vs Q4

Nova/Vita vs Danny Bawa/Vanessa Neo

Delynugraha/Puspita vsQiu Zihan/Huan Xia

Rendra Wijaya/Maria Elfira vs Michael Fuchs/Michels Birgit (5)

Putra Eka/Aris Budiharti vs Jongjit Maneepong/Savitree Amitapai

Rijal/Debby (6) vs Min Chun/Hsiao Huan

Hardi Hardianto/Ayu Rahmasari vs Chayut/Yao

Fran/Pia (3) vs Q2

Riky/Shendy vs Nipitphon/Somsri

Irfan/Weni vs Q1






Selasa, 06 September 2011

Pemain Indonesia yang ikut Indonesia Grand Prix Gold 2011 (27 September - 2 Oktober 2011)


MS
1.Taufik Hidayat (2)
2.Simon Santoso (5)
3.Tommy Sugiarto (6)
4.Hayom Rumbaka (8)
5.Alamsyah Yunus (9)
6.Sony Dwi Kuncoro
7.Arif Ramadhan
8.Evert Sukamta
9.Wisnu Yuli Prasetyo
10.Shesar Hiren Rhustavito
11.Riyanto Subagja
12.Adnan Fauzi
13.Bandar Sigit Pamungkas
14.Febriyan Irvanaldy
15.Andre Marteen
16.Adi Pratama
17.Alrie Guna Dharma
18.Panji Akbar Sudrajad
19.Siswanto
20.Andreas Adityawarman
21.Pandu Dewantoro
22.Ihsan Maulana

Qualifikasi:
1.Reksy Aureza Megananda
2.Ryan Fajar Satrio

WS
1.Lindaweni Fanetri (10)
2.Fransiska Ratnasari (11)
3.Adriyanti Firdasari (12)
4.Aprilia Yuswandari (14)
5.Maria Febe Kusumastuti (15)
6.Ana Rovita
7.Maria Kristin Yulianti

Qualifikasi:
1.Hera Desi Ana Rachmawati
2.Renna Suwarno
3.Bellaetrix Manuputty
4.Febby Anggunie
5.Maziyyah Nadhir
6.Rosaria Yusfin Pungkasari
7.Melicia Kurniawan
8.Putri Muthia Restu
9.Elysabeth Purwaningtyas
10.Yeni Asmarani
11.Dian Fitriani
12.Yulia Yosephin Susanto

MD
1.Bona Septano/Mohammad Ahsan (1)
2.Markis Kido/Hendra Setiawan (2)
3.Alvent Yulianto Chandra/Hendra Aprida Gunawan (3)
4.Rian Agung Saputra/Angga Pratama (9)
5.Rendy Sugiarto/Afiat Yuris Wirawan (15)
6.Fernando Kurniawan/Wifqi Windarto
7.Rian Sukmawan/Rendra Wijaya
8.Seiko Wahyu Kusdianto/Rianto Rangga Yave
9.Angripina Prima Rahmanto Putra/Gideon Markus Fernaldy

Qualifikasi:
1.Jones Jansen/Dandi Prabudita
2.Muhammad Ulinnuha/Ricky Karanda Suwardi
3.Berry Anggriawan/Rahmat Adianto
4.Eka Putra Rhoma/Hafiz Faisal
5.Luluk Hadiyanto/Imam Sodikin
6.Andrei Adistia/Christopher
7.Hendra Nugroho/Andhika Anhar
8.Albert Saputra/Rizky Yanu Kresnayadi
9.Kevin Sanjaya/Lukhi Apri
10.Tri Kusumawardhana/Nova Widianto
11.Didit Juang Indrianto/Praveen Jordan

WD
1.Greysia Polii/Meiliana Jauhari (5)
2.Vita Marissa/Nadya Melati (7)
3.Anneke Feinya Agustine/Nitya Krishinda Maheswari (12)
4.Suci Andini Rizki/Della Destiara Haris (13)
5.Gebby Ristyani Imawan/Tiara Rosalia (15)
6.Komala Dewi/Jenna Gozali (16)
7.Variella Aprilsasi Putri Lejarsari/Lita Nurlita
8.THNG Ting Ting (SIN)/Delis Yuliana (INA)
9.Annisa Wahyuni/Yayu Rahayu
10.Melati Daeva Oktaviani/Ririn Amelia
11.Shella Devi Aulia/Anggia Shitta Awanda

Qualifikasi
1.Devi Tika Permatasari/Keshya Nurvita Hanadia
2.Dian Fitriani/Aris Budiharti
3.Deariska Putri Medita/Nurbeta Kwanrico
4.Khaeriah Rosmini/Gloria Emmanuelle Widjaja

XD
1.Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (2)
2.Fran Kurniawan/Pia Zebadiah (5)
3.Muhammad Rijal/Debby Susanto (9)
4.Nova Widianto/Vita Marissa (12)
5.Muhammad Rizky Delynugraha/Richie Dili Puspita (16)
6.Irfan Fadhilah/Weni Anggraini
7.Riky Widianto/Shendy Puspa Irawati
8.Putra Eka Rhoma/Aris Budiharti
9.Rendra Wijaya/Maria Elfira Christina

Qualifikasi
1.Hardi Hardianto/Ayu Rahmasari
2.Andhika Anhar/Keshya Nurvita Hanadia
3.Jones Jansen/Nurbeta Kwanrico
4.Tri Kusumawardhana/Variella Aprilsasi Putri Lejarsari
5.Hafiz Faisal/Shella Devi Aulia
6.Zhao Yeo Jiang (SIN)/Delis Yuliana
7.Edi Subaktiar/Annisa Saufika
8.Lukhi Apri/Ririn Amelia
9.Rizky Susanto/Gloria Emmanuelle Widjaja
10.Didit Juang Indrianto/Yayu Rahayu
11.Ardiansyah Putra/Devi Tika Permatasari

Wawancara Badmintonlovers.com dengan VITA MARISSA (COPAS)

Jakarta,Badmintonlovers.com — Vita Marissa (lahir di Jakarta, 4 Januari 1981) merupakan putri bungsu dari pasangan Aris Harsono dan Yulianawati, atlet sektor ganda wanita ataupun ganda campuran Indonesia.

Kamis (01/09) bertempat di Pelatnas Cipayung, jalan Damai raya, Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Badmintonlovers.com mempunyai kesempatan untuk bincang-bincang dengan Vita Marissa.

“Apa kabar mbak Vita?? “

“Kabar saya baik-baik saja” Ujar Vita Marissa.

Hiruk pikuk suasana di lapangan pun terasa sampai ke pinggir, tak lama berselang vita pun beristirahat di pinggir lapangan. Tidak mau menghilangkan kesempatan, kami mengajukan beberapa pertanyaan.

“Menurut mbak vita, apa arti fans itu buat seorang Vita Marissa?”

“Saya senang sama fans-fans yang sudah mendukung dan mendoakan saya, tetapi kadang-kadang saya kecewa sama mereka karena ada menggangu privasi saya.” Papar Vita Marissa. “Sampai-sampai ada yang meneror saya, sehingga saya mau mengcek account facebook saya saja saya merasa terganggu ” Lanjutnya.

“Jadi sekarang mbak vita sudah tidak pernah mengcek account facebooknya?”

“Sudah ampir 2 tahun, saya sudah tidak pernah buka facebook, untuk betegur sapa dengan teman saya saja sudah tidak pernah” Saut Vita Marissa.

“Kami pernah menemukan beberapa account facebook yang mengatasnamkan Vita Marissa, menurut mbak vita bagimana?”

“Ah …. Saya saja sudah 2 tahun tidak membuka.”

Jadi dapat kita simpulkan beberapa account facebook Vita Marissa yang sekarang itu palsu atau dibuat tanpa sepengetahuan seorang Vita Marissa.

Suasana lapangan pun mulai terasa hening, tak lama kemudian Vita Marissa pun pamit untuk pulang. “Oke, terima kasih ya mbak sudah mau bincang-bincang kecil dengan kita, next time kita boleh undang mbak vita sebagai tamu kita.”

“Sama-sama, boleh nanti kita janjian saja di cafĂ© saya (red.Pride)”




Kamis, 16 Juni 2011

Draw Qualification & R1 Indonesia Open Superseries Premier 2011

MS Qualification

Alamsyah Yunus[INA] vs Carl Baxter[ENG]

Indra Bagus Ade Chandra[INA] vs Daren Liew[MAS]

Sony Dwi Kuncoro [INA] vs Chou Tien Chen[TPE]

Andre Kurniawan Tedjono[INA] vs Tanongsak Saensomboonsuk[THA]

MS R1

Simon Santoso [INA] vs Chen Jin[CHN]

Dionysius Hayom Rumbaka [INA] vs Shon Wan Ho[KOR]

Taufik Hidayat [1][INA] vs Q1

Tommy Sugiarto [INA] vs Lee Chong Wei [1][MAS]

WS Qualification

Aprilia Yuswandari [INA] vs Jiayuan Chen[SIN]

Fransiska Ratnasari[INA] vs Rena Wang[USA]

Lindaweni Fanetri [INA] vs Charmaine Reid[CAN]

Ana Rovita[INA] vs Elizabeth Cann[ENG]

Adriyanti Firdasari [INA] vs Li Michelle[CAN]

WS R1

Maria Febe Kusumastuti[INA] vs Ayane Kurihara[JPN]

MD Qualification

Rahmat Adianto/Berry Angriawan[INA] vs Chayut Triyachart/Liu Yi [SIN]

Yohanes Rendy Sugiarto/Afiat Yuris Wirawan [INA} vs Liao Min Chun/Wu Chun Wei[TPE]

Luluk Hadiyanto/Imam Sodikin Irawan [INA] vs Kim Ki Jung/Shin Baek Cheol[KOR]

Angga Pratama/Rian Agung Saputra [INA] vs Laurent Constantin/Sebastien Vincent[FRA]

Muhammad Ulinnuha/Ricky Karanda Suwardi[INA] vs Adrian Liu/Derrick Ng[CAN]

Fernando Kurniawan/Wifqi Windarto[INA] vs Juergen Koch/Peter Zauner[AUT]

MD R1

Alvent Yulianto Chandra/Hendra Aprida Gunawan [INA] vs Cai Yun/Fu Haifeng[3][CHN]

Bona Septano/Mohammad Ahsan [INA] vs Mohd Zakry Abdul Latif/Thien How Hoon[MAS]

Markis Kido/Hendra Setiawan [7] [INA] vs Adam Cwalina/Michal Logosz[POL]

WD Qualification

Aulia Putri Darajat/Khaeriah Rosmini[INA] vs Leanne Choo/Renuga Veeran[AUS]

Ririn Amelia/Melati Daeva Oktaviani[INA] vs Grace Gao/Joycelyn Ko[CAN]

Annisa Saufika/Gloria Emanuelle Widjaja[INA] vs Bruce Alex/Li Michelle[CAN]

Imawan Gebby Ristiyani/Nuraidah Tiara Rosalia[INA] vs Mingtian Fu/Juan Gu[SIN]

Komala Dewi/Jenna Gozal[INA]i vs Chang Hsin Yun/Lai Chia Wen[TPE]

Yayu Rahayu/Annisa Wahyuni[INA] vs Della Destiara Haris/Andini Suci Rizky[INA]

Nurbeta Kwanrico/Deariska Putri Medita[INA] vs Jiayuan Chen/Aiying Xing

Adriani Ratnasari/Maya Rosita[INA] vs Anneke Feinya Agustine/Nitya Krishinda Maheswari[INA]

WD R1

Greysia Polii/Meiliana Jauhari [6] [INA] vs Ma Jin/Pan Pan[CHN]

Lita Nurlita/Saralee Thoungthongkam[INA][THA] vs Poon Lok Yan/Tse Ying Suet[HKG]

Vita Marissa/Nadya Melati vs Sandra Marinello/Birgit Michels[GER]

XD Qualification

Irfan Fadhilah/Weni Anggraini[INA] vs Shin Baek Choel/Kim Min Jung[KOR]

Mochamad Rizki Dellynugraha/Richi Puspita Dili[INA] vs Kenichi Hayakawa/Matsutomo Misaki[JPN]

Kusmawardana Tri/Nadya Melati vs Yoo Yeon Seong/Jang Ye Na[KOR]

Indra Viki Okvana/Gustiani Megawati[INA] vs Liao Min Chun/Chen Hsiao Huan

Candra Wijaya/Caroline[INA] vs Vitalij Durkin/Nina Vislova

XD R1

Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir [4][INA] vs Lee Yong Dae/Ha Jung Eun[KOR]

Fran Kurniawan/Pia Zebadiah Bernadet [INA] vs Hendra Setiawan/Annastasia Russkikh [INA][RUS]

Muhammad Rijal/Debby Susanto [INA] vs Songphon Anugritayawon/Kunchala Voravichitchaikul [7][THA]

Nova Widianto/Vita Marissa [INA] vs Zhang Nan/Zhao Yunlei [1][CHN]

Markis Kido/Lita Nurlita[INA] vs Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen [3][DEN]